INFORMASI INI DIAMBIL DARI WEBSITE UNPAD
Proses
karantina atau isolasi seseorang yang diduga terpapar Coronavirus (COVID-19)
dipandang sebagai salah satu upaya untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit
ini di Indonesia. Hal ini pun dibenarkan oleh Dosen Departemen Biologi
Universitas Padjadjaran Dr. Mia Miranti Rustama, M.P.
Peneliti
dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Unpad ini menjelaskan, proses karantina selama 14 hari
didasarkan pada estimasi periode inkubasi dari Novel Coronavirus (nCoV-2019)
yang memicu penyakit Coronavirus (COVID-19).
“Periode
laten virus nCoV-2019 antara 2 hingga 10 hari, dapat menjadi petunjuk saat
gejala awal klinis terjadi di antara waktu karantina 14 hari,” ujar Dr. Mia.
Dr.
Mia menjelaskan, awal infeksi dari nCoV-2019 adalah flu yang terjadi antara 2 –
7 hari setelah terpapar. Pada periode ini, gejala klinis yang tampak menyerupai
flu pada umumnya, seperti demam, batuk kering, dan nafas pendek. Penyakit
lanjut dari infeksi nCoV-2019 adalah pneumonia yang diikuti dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
“Periode
lebih dari 7 hari setelah infeksi virus, umumnya pasien COVID-19 sudah dirawat
di rumah sakit karena menunjukkan gejala klinis kesulitan bernafas yang parah,”
ujarnya.
Pasien
yang menunjukkan gejala awal Coronavirus antara 1 – 5 hari ternyata lebih mudah
mengalami kesembuhan. Dr. Mia menjelaskan, pengobatan dengan antiviral dan
perlakuan seperti istirahat total, minum air, pemberian antifiretik dan
antitusif serta antibiotik dapat mempercepat kesembuhan. Namun, terapi pasien
dengan pemberian antiviral umumnya tidak berpengaruh apabila gejala sudah
berlanjut ke pneumonia.
Lebih
lanjut Dr. Mia menjelaskan, salah satu proses penularan virus pada periode awal
dapat terjadi karena perilaku tidak mengikuti practice respiratory hygiene,
seperti menutup mulut saat bersin. Dr. Mia mengatakan, periode awal Coronavirus
acapkali tidak dapat diketahui dengan hanya melalui gejala klinis, tetapi harus
menggunakan RT-PCR.
Pasien
yang belum terdeteksi karena tidak memperlihatkan gejalan klinis yang rentan
menjadi sumber penularan virus apabila kontak dengan orang lain. Karena itu,
pencegahan penularan virus dengan karantina dibutuhkan untuk mengurangi kontak
antara penderita dan manusia sehat.
Dr.
Mia mengungkapkan, karantina dapat dilakukan dengan mengisolasi pasien
COVID-2019 dalam suatu ruangan tersendiri di rumah sakit. Selain itu, karantina
dapat dilakukan pada pelancong dari negara yang terkena wabah Coronavirus.
Proses ini diketahui dapat menurunkan penyebaran virus.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sendiri merekomendasikan karantina selama 14 hari.
Periode laten virus n-CoV-2019 antara 2 hingga 10 hari dapat menjadi petunjuk
saat gejala awal klinis terjadi di antara waktu karantina 14 hari.
Karantina
bagi individu yang belum terekspos penyakit juga efektif untuk mencegah
penyebaran Coronavirus. Dr. Mia mengatakan, karantina ini bertujuan untuk
keamanan kesehatan publik. Karena itu, agar lebih efektif, implementasi waktu
karantina harus dilakukan serentak.
Secara
ilmiah, Virus nCoV-2019 ini diduga berasal dari kelelawar sebagai inang
perantara. Adanya mutasi pada virus ini menyebabkan perubahan pola penularan
virus yang awalnya dari hewan ke manusia menjadi dari manusia ke manusia
(zoonosis).
Virus
ini diketahui memiliki gen yang hampir dengan gen SARS-CoV. Kemampuan CoV
bermutasi dengan cepat menyebabkan CoV yang tidak menyebabkan penyakit pada
kelelawar, menjadi penyebab penyakit berbahaya pada manusia.
0 komentar:
Posting Komentar